Bangklung

Seni Bangklung merupakan perpaduan antara Seni Terebang dengan Seni Angklung. Dari Seni Terebang diambil kata bang dan dari Seni Angklung diambil kata Klung. Nama Seni Bangklung ini di cetuskan oleh Bapak R. Rukasa Kartaatmadja, Kasi Kebudayaan Kabupaten Garut. Para penggarap Seni Terebang dan Seni Angklung juga masyarakat pendukungnya setuju dan menerima dengan senang hati.

Awal pertumbuhan Seni Bangklung yaitu di Kampung Babakan Garut Desa Cisero Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut. Karena mayoritas penduduknya beragama Islam maka tidak akan lepas dari pengaruh Kebudayaan Islam. Mereka menghibur dirinya dengan melantunkan Shalawat Nabi dengan di iringi tabuhan Terebang. Bahkan para Pemuka Agama Islam di sana menggunakan Terebang sebagai media untuk menyebarkan Dakwah Islamnya. Pada saat itu ada dua rombongan Seni Terebang yaitu : Seni Terebang pimpinan H. Ma’sum dam Seni Terebang pimpinan Aki Majusik.

Waditra yang di gunakan terdiri dari – Terebang ke-I disebut Kempring yang berfungsi sebagai Pengatur Tempo – Terebang ke-II di sebut Tempas dan fungsinya yaitu sebagai Pengiring Kempring – Terebang ke-Ill di sebut Bangsing yaitu sebagai Kempui (Goong Kecil) – Terebang ke-IV di sebut Indung sebagai Goong – Terebang ke-V di sebut Anak fungsinya yaitu sebagai Juru Lagu (Seperti halnya Kendang pada perangkat Gamelan lain).

Perkembangan Terebang ini terus di perbaharui dan di tata rapi sehingga terbentuklah Seni Terebang lain yang di sebut Nerebang atau Nyalawat yang berasal dari kata Shalawat Ncbi. Lagu-lagu yang di sajikan kebanyakan berbahasa Arab yang bersumber ari Kitab Barjanjij yang berisikan Puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW.

Lama kelamaan terjadi perubahan pada Seni Terebang ini yaitu para penggarapnya menambahkan waditra lain berupa Angklung yang terdiri dari: – Empat buah Angklung Ambruk yang berfungsi sebagai pengikut Angklung Roel – Empat buah Angklung Roel yang fungsinya sebagai Juru Lagu – Satu buah Angklung Engklok yaitu sebagai pengisi kekosongan tabuhan dari Angklung Ambruk dan Angkluk Roel – Satu buah Tarompet sebagai Melodi

Tokoh Angklung Badud yaitu Aki Muntasik dan Aki Mausurpi serta tokoh Terebang yaitu H. Ma’sum dan Aki Majusik berembuk dan akhirnya sepakat bahwa antara Seni Angklung dan Seni Terebang di satukan dan Akhirnya terbentuklah Seni Bangklung ini.

Selain menyajikan lagu-lagu yang bernafaskan ke Islaman, Seni Bangklung juga menyajikan lagu­lagu yang berbahasa Sunda seperti Soleang,. Anjrag, Buncis dan Tokecang. Dalam pertunjukkannya pun di sertakan tarian yang mana gerak tariannya sangat sederhana yaitu menggambarkan perilaku masyarakat tani ketika mengolah sawahnya di pedesaan.

Dari tarian tersebut timbulah bentuk Seni yang lain yang di sebut Seni Yami Rudat. Selain lagu yang syiar-syiarnya merupakan Shalawat Nabi ada juga yang berupa sindiran-sindiran tentang situasi yang terjadi pada saat itu. Hal tersebut merupakan daya tarik bagai para pendukungnya sehingga Seni Bangklung semakin di gemari oleh para penonton.

Busana yang di pakai oleh para pemain Bangklung yaitu Penabuh Terebang dan Angklung Badud mengenakan Baju Kampret, Celana Sontog dan Totopong. Para penari pun btrpakaian sama hanya berbeda wama, ini di maksudkan untuk membedakan pemberian tugas yang diperankannya.

Jumlah pemain Bangklung yaitu 20 orang yang terdiri dari: – 5 orang Penabuh Terebang – 7 orang pemain Angklung Badud – 8 orang sebagai Penari Yami Rudat Dari sekian banyak pemain Bangklung, satu orang di antara mereka menjadi pimpinan rombongan Bangklung dan biasanya di pilih yan paling tua di antara mereka.

Scroll to Top